Sabtu, 23 April 2011

JAGALAH LISANMU ITU

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik dan benar hingga hari kiamat.

Lisan merupakan anugerah sekaligus amanah Allah subhanahu wata'aala; yang harus kita jaga sebaik mungkin. Amanah dan anugerah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah subhanahu wata'aala; kelak di hari Kiamat. Anugerah yang bukan hanya dapat menyelamatkan pemiliknya, tetapi dapat pula menjerumuskannya ke dalam jurang kehancuran dan penyesalan yang mendalam, jika tidak berhati-hati dalam menjaganya.

Tidak seorang pun dapat selamat dari kejahatan lisan, kecuali orang yang menjaga lisannya dengan ketentuan syari'at Allah subhanahu wata'aala dan tidak menggunakan lisannya kecuali untuk sesuatu yang bermanfaat di dunia dan akhirat.

Banyak manusia yang kurang perhatian dan cenderung meremehkan dalam hal menjaga lisan. Bahkan ironinya, sebagian mereka justru telah terbiasa menggunakan lisannya untuk mencela dan mencaci maki manusia. Juga menggunakannya untuk hal yang haram, seperti: berdusta, ghibah (menggunjing), atau mengadu domba, berdebat tanpa hikmah, bersaksi palsu.

Banyak manusia meremehkan bahaya dan musibah yang disebabkan oleh lisan, tidak waspada dari perangkap-perangkapnya! Banyak hubungan kekeluargaan dan kekerabatan putus dan hancur karena lisan?! Banyak hati yang tercerai berai, pertumpahan darah, dan hilangnya nyawa manusia disebabkan oleh lisan! Banyak orang-orang terzhalimi yang disebabkan oleh lisan? Berapa banyak wanita-wanita baik-baik dicerai juga disebabkan oleh lisan? Berapa banyak harta benda dirampas karena ulah lisan? Dan banyak wanita-wanita shalihah dituduh berzina lewat lisan? Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji'un.

Lisan merupakan salah satu faktor yang dapat menyeret pemiliknya ke dalam neraka. Maka dapat kita pastikan bahwa menjaga lisan merupakan pilar kebaikan. Sebagaimana hal ini pernah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam kepada Muadz bin Jabal radhiallahu `anhu, setelah beliau menyebutkan Islam, Shalat, dan Jihad kepadanya, "Maukah kukabari kepadamu tentang pilar semuanya itu? " Muadz radhiallahu `anhu menjawab, "Iya wahai Rasulullah!" Maka Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam memegang lisannya dan bersabda, "Jagalah olehmu ini." Lalu Muadz radhiallhu `anhu pun berkata, "Benarkah kita akan disiksa dengan apa yang kita bicarakan dengan lisan ini? Beliau shallallahu 'alahi wasallam bersabda, "Celakalah engkau wahai Muadz radhiallahu `anhu. "Tidaklah manusia dilemparkan ke dalam neraka melainkan akibat dari lisan-lisan mereka?" (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Menjaga lisan juga merupakan jalan menggapai kebahagian di dunia dan di akhirat. Maka dari itu, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang dapat membantu dan memudahkan kita dalam menjaga lisan ini dari segala fitnah dan malapetakanya. Di antara hal-hal tersebut adalah:

1. Meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wata'aala dari kejahatan lisan.

Dari Syakal bin Hamid radhiallahu `anhu dia berkata, "Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu 'alahi wasallam, dan berkata," "Wahai Rasulullah!, Ajarilah aku cara (do’a) berlindung, sehingga aku dapat berlindung kepadanya." Dia berkata, "Maka beliau shallallahu 'alahi wasallam meraih telapak tanganku, lalu bersabda, ("Katakanlah, "Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kejahatan telingaku (pendengaranku), dan dari kejahatan mataku (penglihatanku), dan dari kejahatan lisanku, dan dari kejahatan hatiku, dan dari kejahatan keinginan-keinginanku." (HR. Ahmad)


2. Mengingat akibat-akibat buruk yang akan menimpa yang disebabkan oleh lisan yang tak dijaga..

Sesungguhnya keburukan atau kejahatan lisan dapat menghapuskan kebaikan-kebaikan pada hari Kiamat. Dan akan memberatkan timbangan kejahatan, maka hal ini pula yang dapat memotivasi seseorang untuk menjaga lisannya dari segala malapetaka, dan menguatkan tekad untuk mengatasinya.

3. Mendirikan shalat.

Shalat juga merupakan salah satu faktor yang dapat membantu seseorang menjaga lisannya. Karena shalat, sebagaimana yang disebutkan di dalam al-Qur'an adalah dapat mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, menghapuskan keburukan dan kesalahan, dan mencegah malapetaka-malapetaka atau fitnah-fitnah yang disebabkan oleh lisan. Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, "Hendaklah kalian mengerjakan shalat malam, sesungguhnya ia adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, dan ia dapat mendekatkan diri kalian kepada Allah subhanahu wata'aala, mencegah dari perbuatan dosa, menghapuskan kesalahan-kesalahan, dan menolak penyakit masuk ke dalam tubuh." (HR. Ahmad)

4. Memperbanyak diam.

Diam merupakan perbuatan yang dipuji dan sangat dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam, sebagaimana sabdanya, "Barangsiapa diam, maka selamatlah dia.” (HR. Ahmad). Dan juga sabda beliau shallallahu 'alahi wasallam lainnya, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam." (Muttafaq 'alaih).

Dari Uqbah bin 'Amir zdia berkata, "Ya Rasulullah! Apa itu keselamatan?". Beliau shallallahu 'alahi wasallam bersabda, "Jagalah lisanmu, dan biasakanlah untuk berada di rumahmu, dan menangislah atas kesalahan/dosamu.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi).

Mu'adz bin Jabal radhiallahu `anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, "Sungguh engkau senantiasa dalam keselamatan, selama engkau diam. Lalu jika engkau berbicara, maka ditulislah (atas pembicaraan tersebut) pahala atau dosamu.” (HR. ath-Thabrani).

5. Menyibukkan diri dengan keta'atan.

Mengisi kekosoangan waktu dengan ibadah kepada Allah subhanahu wata'aala, berdzikir kepadaNya, dan melakukan keta'atan-keta'atan lainnya, sehingga dapat menutup perangkap-perangkap syetan berupa kemaksiatan dan malapeta yang diakibatkan oleh lisan. Dan hendaklah seorang muslim membiasakan diri untuk tidak menghabiskan waktunya dan menyibukkan diri kecuali dengan ibadah.

6. Berteman dengan orang-orang yang selalu menjaga lisannya dari perbuatan maksiat.

Dan tidak duduk atau bergaul dengan orang-orang yang terbiasa menggunakan lisannya untuk berdusta, bergunjing, mengadu domba, mencela, melaknat dan mengolok-mengolok orang lain.

7. Memutuskan semua jalan dan wasilah yang dapat menimbulkan malapetaka/bencana lisan.

Seperti: Marah, dengki, sombong, lalai, berbangga diri, menganggap diri paling suci, bergantung kepada selain Allah subhanahu wata'aala, berusaha mengatasi malapetaka sendiri tanpa meminta pertolongan Allah subhanahu wata'aala, serta sibuk dengan aib orang lain dan lupa dengan aib sendiri.

8. Mengingat balasan dan kebaikan-kebaikan di dunia dan di akhirat yang dijanjikan Allah subhanahu wata'aala bagi orang yang menjaga lisan.

Maka dengan cara ini seseorang akan termotivasi untuk menjaga lisannya dan bersabar dalam menjaganya. Di antara balasan dan kebaikan menjaga lisan adalah:

- Mendapatkan keridhaan Allah subhanahu wata'aala sampai hari Kiamat.
Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, "Sungguh seseorang berkata dengan satu kata yang diridhai Allah subhanahu wata'aala sementara dia tidak mengetahui derajat apa yang dicapai dari kata yang ia ucapkan, maka Allah subhanahu wata'aala memberikan keridhaanNya baginya sampai hari ia bertemu denganNya.” (HR. Malik, Ibnu Majah, at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ahmad, dan Hakim).

- Mendapatkan jaminan surga.
Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang dapat menjamin untukku apa yang ada di antara kedua jenggotnya (lisannya) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluannya), maka aku menjamin surga baginya.” (HR. al-Bukhari)

- Orang yang menjaga lisannya termasuk di antara orang-orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam dan yang paling dekat majlisnya dengan beliau pada hari Kiamat.

- Seutama-utamanya kaum muslimin.
Pernah Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam ditanya, "Siapakah orang yang paling utama di antara kaum muslimin?", Maka beliau shallallahu 'alahi wasallam bersabda, "Orang yang saudara-saudaranya kaum muslimin selamat dari kejahatan lisan dan tangannya." (Muttafaq 'alaih).

- Selamat dari adzab Allah subhanahu wata'aala. Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, "Barangsiapa diam, maka selamatlah ia." (HR. Ahmad).

- Terjalin hubungan baik dengan manusia.

- Menentramkan jiwa dari kesulitan, kegundahan dan berbagai masalah.

-Mendapatkan cinta Allah subhanahu wata'aala dan cintanya penduduk langit dan bumi.


Wallahu a’lam.
Sumber: Buletin An-Nur, Abu Nabiel Muhammad Ruliyandi

TAWAKAL

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik dan benar hingga hari kiamat.

Tawakkal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah subhanahu wata’ala, untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah kemudharatan, baik menyangkut urusan dunia maupun urusan akhirat.

Allah subhanahu wata’ala, berfirman, artinya,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya (mencukupkan keperluannya)." (QS. Ath-Tholaq: 2-3)

Barangsiapa yang mewujudkan ketaqwaan dan tawakkal kepada Dzat yang telah menciptakannya, maka dia akan bisa menggapai seluruh kebaikan yang ada dalam dinul Islam dan juga kebaikan di dunia ini.

Dari Umar Bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Jikalau kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rezki kepada kalian seperti seekor burung, pagi-pagi ia keluar dari (sarangnya) dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Imam Ahmad & At-Tirmidzi, dan teks hadits ini dari beliau, Abu ‘Isa berkata: hadits ini hasan shaheh)

Abu Hatim Ar-Raziy rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan tonggaknya tawakal, sedangkan tawakal merupakan faktor terbesar dalam mencari rezki.”
Sa'id Bin Jubeir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tawakal itu keseluruhannya adalah iman.”

Mewujudkan tawakal bukan berarti meniadakan ikhtiar atau mengesampingkan usaha. Takdir Allah subhanahu wata’ala dan sunnatullah terhadap makhluk-Nya terkait erat dengan ikhtiar makhluk itu sendiri, sebab Allah subhanahu wata’ala yang telah memerintakan hamba-Nya untuk berikhtiar dan di saat yang sama Dia juga memerintahkan hamba-Nya untuk bertawakal.

Ikhtiar itu adalah perintah-Nya terhadap jasad lahiriyah kita, sedangkan tawakal adalah perintah-Nya terhadap hati kita sebagai manifestasi dari keimanan kita kepada Allah subhanahu wata’ala, firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu sekalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat perkerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan.”(QS. At-Taubah:105)

Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Al-Imran: 159)

Sahl rahimahullah menuturkan, “Barang-siapa yang cacat dalam masalah ikhtiar berarti dia mengalami cacat dalam masalah Sunnah, dan barangsiapa yang cacat dalam masalah tawakal berarti dia mengalami cacat dalam masalah keimanan. Tawakal adalah prinsip hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan ikhtiar adalah sunnah beliau. Barangsiapa yang memiliki prinsip hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka janganlah dia meninggalkan sunnahnya.”


Amalan yang dilakukan oleh seorang hamba Allah subhanahu wata’ala dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Amalan dalam bentuk ketaatan yang diperintah Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-hamba-Nya, dan Allah subhanahu wata’ala menjadikannya sebagai sebab keselamatan seorang hamba dari neraka dan masuk ke surga. Hal ini harus dia kerjakan berbarengan dengan sikap tawakalnya kepada Allah subhanahu wata’ala dan memohon pertolongan kepada-Nya. Sesungguhnya seorang hamba itu tidak memiliki daya dan kekuatan apa pun tanpa dari-Nya.

Apa yang Allah subhanahu wata’ala kehendaki untuk terjadi, maka pasti akan terjadi. Dan apa yang Allah subhanahu wata’ala kehendaki untuk tidak terjadi, maka pasti tidak akan terjadi. Barangsiapa lalai dan teledor terhadap salah satu kewajibannya, maka dia pantas mendapatkan hukuman di dunia dan di akhirat. Hal seperti itu baik ditinjau dari sisi syari'at Islam maupun secara hukum alam.

Yusuf Bin Absath rahimahullah berkata, “Seseorang menuturkan, “Berbuatlah seperti amalan yang dilakukan oleh seseorang, yang mana dia tidak akan selamat tanpanya. Dan tawakallah seperti seseorang yang tidak ditimpa sesuatu, kecuali yang sudah dituliskan baginya.”

2. Amal perbuatan yang Allah subhanahu wata’ala jadikan terjadinya hukum sebab akibat. Allah subhanahu wata’ala perintahkan hamba-hamba-Nya untuk tidak mengabaikan perintah-Nya tersebut, seperti: diperintahkan makan ketika lapar, minum ketika dahaga, berteduh ketika terik matahari, menghangatkan badan ketika kedinginan dan lain sebagainya. Semua perintah itu wajib dilaksanakan, barangsiapa yang mengabaikannya, dia akan tertimpa marabahaya.

3. Amal perbuatan yang Allah subhanahu wata’ala jadikan terjadinya hukum sebab akibat pada kebanyakan dan pada umumnya, kadang-kadang bisa terjadi sesuatu di luar itu, bagi apa saja yang Allah subhanahu wata’ala kehendaki. Misalnya obat-obatan.

Para ulama berbeda pendapat tentang seorang yang tertimpa penyakit, manakah yang lebih utama baginya, apakah dia hanya bertawakal saja kepada Allah subhanahu wata’ala secara totalitas (tanpa berobat), ataukah dia berobat, atau dibiarkan saja. Ada dua pendapat yang masyur dalam masalah ini, menurut Imam Ahmad rahimahullah: bagi mereka yang mampu untuk bertawakal saja, maka itu adalah lebih utama, berdasarkan sabda Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Ada 70 ribu orang dari ummatku ini yang akan masuk surga tanpa dihisab. Lalu beliau berkata lagi: mereka adalah orang-orang yang tidak percaya masalah "tathayyur" (kesialan), tidak minta diruqyah, tidak melakukan pengobatan dengan "key" (berobat dengan besi panas yang ditempelkan ke tubuh), dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka". (HR. Muttafaqun 'Alaihi)

Sementara pendapat para ulama yang mengatakan: bahwa seseorang yang sakit itu harus berobat, didasarkan kepada perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang senantiasa berobat tatkala sakit. Sedangkan tentang hadits di atas mereka pahami; bahwa ruqyah yang dimaksud dalam hadits "mereka tidak minta diruqyah" adalah ruqyah yang makruh, yaitu ruqyah yang mendekati kesyirikan. Alasannya menurut mereka: bahwa ruqyah yang disebutkan dalam hadits di atas disebutkan secara bersamaan dengan key dan tathayyur, yang kedua-duanya adalah dimakruhkan (dilarang karena tidak disukai).

Mujahid, Ikrimah, An-Nakha`iy rahimahumullah dan tidak sedikit dari kalangan ulama salaf bertutur, “Rukhshah (dispensasi/keringanan) untuk tidak berikhtiar sama sekali hanya diperbolehkan bagi orang-orang yang hatinya benar-benar sudah terputus dari makhluk.”

Ishak Bin Rahawaih rahimahullah ditanya: “Bolehkah seseorang masuk ke medan pertempuran tanpa bekal?” Beliau menjawab, “Jika orang itu sekaliber Abdullah Bin Jubeir maka diperbolehkan. Jika tidak maka jangan sekali-kali melakukannya!”

Syaikh Hamd Bin Abdullah Ad-Dausary dalam buku “Ash-Shihhah Wa Al-Maradh” jika seseorang itu meninggalkan pengobatan karena kuatnya keimanan dan tawakalnya kepada Allah subhanahu wata’ala, bahwa Dia adalah Zat yang mendatangkan manfaat dan mudarat dan Dia berkuasa atas segala sesuatu, maka sikap yang demikian "tidaklah terlarang". Dia tidak boleh dipaksa untuk berobat.

Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, tatkala terkena suatu penyakit, ditanyakan kepadanya, “Mengapa engkau tidak pergi berobat ke dokter?” Dia menjawab: “Dokter (yang beliau maksud adalah Allah) sudah melihat keadaanku” para shahabatnya bertanya, “Apa yang dikatakan oleh Dokter itu kepadamu?” Ia menjawab, “Sesungguhnya Aku (Allah) Maha Berbuat apa yang Aku kehendaki.”

Oleh karena itu, wajib bagi kita berwasiat kepada diri kita dan kepada orang-orang yang sedang sakit agar bertawakal kepada Allah subhanahu wata’ala dan menggantungkan hati kita kepadaNya. Sehingga kita akan mendapatkan kesehatan, keselamatan, dan balasan pahala di dunia dan di akhirat. (Isnain Azhar, Lc)

Wallohu a'lam
Sumber : Buletin An-Nur

Rabu, 13 April 2011

Bahaya Su'uzhan dan Syak (Ragu)

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik dan benar hingga hari kiamat.

Su’uzhan dan syak (ragu) terhadap sesama muslim adalah penyakit yang berbahaya di antara penyakit-penyakit hati. Sebagian manusia merasakan dampak yang ditimbulkan oleh penyakit itu. Di antara tandanya adalah jika anda berkata kepadanya dengan suatu kalimat atau anda melakukan suatu pekerjaan, maka di dalam hatinya terjadi was-was dan prasangka buruk atas apa yang anda katakan atau lakukan itu. Dan dengan was-wasnya itu dia menyimpulkan sendiri ucapan dan tindakan orang lain dengan kesimpulan yang negatif.

Padahal selayaknya dia melakukan receck dan memperjelas sesuatu, sehingga terang baginya apa yang memotivasi ucapan atau perbuatan tersebut. Bahkan merupakan kewajiban baginya untuk husnuzhan (berbaik sangka) terhadap saudaranya sesama muslim, kecuali jika memang jelas baginya bahwa orang tersebut berbuat buruk. Sebagian orang ada yang jika mendengar kabar dari orang lain dia langsung bersu'uzhan terhadap perkataan tersebut, padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebab kan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. 49:6)

Berkata as-Sa'di di dalam tafsirnya, "Ini juga merupakan adab dari sekian adab yang selayaknya diterapkan dan digunakan oleh orang-orang yang berakal. Yaitu jika ada seorang fasiq mengabarkan tentang suatu berita, maka hendaknya mengecek kebenaran beritanya tersebut dan tidak menerimanya dengan serta merta. Karena yang demikian itu berbahaya sekali dan dapat menjerumuskan ke dalam dosa. Sebab kabar tersebut jika langsung dinilai sebagai kabar yang benar dan adil maka akan ikut juga berbagai hal yang menjadi tuntutan dan konsekuensinya. Maka terkadang menyebabkan kerugian jiwa dan harta dengan cara yang tidak haq sebagai akibat dari berita itu, dan akhirnya menjadikan penyesalan. Maka wajib untuk tabayyun (mengecek kebenaran suatu berita, agar tidak simpang siur dan menimbulkan fitnah) ketika mendengar kabar dari seorang yang fasiq.

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
"Jauhilah oleh kalian zhann, karena zhann adalah sedusta-dusta ucapan." (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan zhann (persangkaan) di sini adalah, "Keraguan yang ditanamkan kepadamu oleh seseorang tentang suatu hal, lalu kamu menganggapnya sebagai kebenaran dan memutuskan berdasarkan zhann itu. Dan dikatakan juga ia bermakna, "Jauhilah oleh kalian su'uzhan (prasangka buruk)."

Oleh karena itu berbaik sangkalah engkau kepada orang, maka orang pun akan berbaik sangka kepadamu. Selayaknya pula orang yang mendengar suatu ucapan kemudian dia tidak paham maksudnya atau tidak bisa mencernanya, hendaknya dia jangan langsung berburuk sangka. Namun bertanya kepada yang bersangkutan (si pengucap); Apa sebenarnya maksud dari ucapan tersebut agar segalanya menjadi jelas.

Al-Imam Ibnu Hajar rahimahullah memandang bahwa su'uzhan terhadap sesama muslim termasuk kabair (dosa besar) yang tersembunyi. Beliau menyebutkan su'uzhan dalam urutan dosa besar yang ke tiga puluh satu, beliau mengatakan, "Dosa besar ini (su'uzhan) merupakan di antara hal yang wajib untuk diketahui oleh setiap mukallaf, supaya dapat mengobati ketergelincirannya. Karena siapa saja yang di dalamnya terdapat penyakit ini dia tidak akan dapat bertemu Allah subhanahu wata’ala dengan hati yang salim (selamat). Dosa besar ini celaannya lebih besar daripada celaan terhadap dosa zina, mencuri, minum khamr, dan semisal nya dari dosa-dosa yang dilakukan oleh badan. Ini disebabkan karena besarnya kerusakan yang ditimbulkan, serta akan memberikan dampak buruk yang berkesinambungan.

Macam-macam Su'uzhan

1.Su'uzhan kepada Allah subhanahu wata’ala
Su'uzhan kepada Allah subhanahu wata’ala lebih parah jika dibandingkan dengan putus asa dan pupus harapan (padahal dua-duanya dosa besar). Hal ini disebabkan su'udzan kepada Allah subhanahu wata’ala memuat putus asa dan putus harapan serta masih ada tambahan lagi, karena telah lancang terhadap Allah subhanahu wata’ala dengan sesuatu yang tidak layak dengan kemuliaan dan kemurahan-Nya.

2. Su'uzhan terhadap Muslim
Ini pun termasuk dosa besar, disebabkan karena seseorang yang menghukumi orang lain hanya dengan zhann, maka akan digiring oleh syetan untuk merendahkan saudaranya itu, tidak memberikan hak-haknya serta enggan untuk memuliakan dan menghormatinya.

Bahkan sebaliknya, akan banyak membicarakan kehormatan dan aibnya, padahal ini adalah sebuah kehancuran dan kebinasaan. Dan setiap orang yang selalu berburuk sangka kepada orang lain, mencari-cari aibnya maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang buruk batinnya.

Zhann adalah tercela dalam seluruh perkara, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
"Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran." (QS.Yunus:36)

Diriwayatkan dari Sa'id bin al-Musayyib, dia berkata, "Sebagian saudaraku dari kalangan shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menulis untukku, "Hendaknya engkau letakkan urusan saudaramu pada kondisi yang terbaik selagi tidak tampak olehmu perkara yang mengalahkan (kebaikannya). Dan janganlah engkau menyangka kalimat yang keluar dari seorang muslim sebagai keburukan, sedangkan engkau mendapati kalimat tersebut memiliki kemungkinan (untuk dianggap sebagai) kebaikan.

Bahaya Su'uzhan
o Putus hubungan, pemboikotan dan kebencian.
o Dapat mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.
o Merupakan indikasi rusaknya niat dan buruknya kondisi batin.
o Merupakan salah satu perangai orang munafiq.
o Akan melahirkan permusuhan dan kebencian di antara manusia.
o Merupakan penyebab jatuh dalam akibat yang buruk dan membuka perbuatan keji.
o Mewariskan kehinaan dan kerendahan di hadapan Allah subhanahu wata’ala dan di hadapan manusia.
o Salah satu petunjuk akan lemahnya iman.
o Indikasi atas ketidakpercayaan terhadap diri sendiri.
o Terkadang akan menyeret kepada hal yang lebih buruk lagi yakni ghibah, namimah, dusta untuk tujuan menjatuhkan atau merugikan pihak lain.


Sedangkan keraguan (syak) akan menimbulkan bahaya sebagai berikut:
o Keraguan dapat melemahkan iman kepada Allah subhanahu wata’ala, malaikat, kitab, para nabi, hari Akhir, dan terhadap takdir baik dan buruk.
o Akan masuk rasa was-was dalam hati sehingga tidak pernah merasakan ketetapan, kemantapan,dan keyakinan.
o Ragu-ragu, bimbang dan was-was merupakan penyakit psikologis yang dapat menceraiberaikan kepercayaan atar elemen masyarakat.
o Orang yang ragu-ragu tidak mampu untuk bersikap tegar di dalam segala kondisi.
o Syak (ragu-ragu) terhadap Allah subhanahu wata’ala adalah syirik akbar.
o Ragu-ragu adalah lambang kelemahan iman dan kekuatan syetan.
o Keraguan pemimpin terhadap yang dipimpin dapat menjadikan rusaknya mereka.
o Mendiamkan keraguan dapat melahirkan tuduhan.
o Ragu-ragu menyebabkan su'uzhan terhadap orang-orang terdekat.


Oleh karenanya wahai saudaraku! Hendaklah anda berbaik sangka kepada orang lain, jangan bersikap meragukan terhadap sesama muslim agar anda bisa mencintai mereka dan mereka mencintai anda. Dan jauhilah buruk sangka dan ragu terhadap orang lain, karena hal itu akan menimbulkan sikap saling menjauh, saling membelakangi, dan perpecahan. Merupakan hak seorang muslim atas muslim yang lain, apabila bertemu ia mengucapkan salam kepadanya. Bagaimana hal itu bisa terjadi jika ada su'uzhan di dalam hati?

Wallohu a'lam
Sumber: Buku “Al-Amradh al Khafiyyah wal Aatsar al Jaliyyah,” Yahya Bin Musa al-Zahrani, Imam Masjid Jami Al-Kbair, di Tabuk KSA. (Buletin An-Nur)

Jumat, 25 Maret 2011

Setan dan Golongan Setan: Siapakah Mereka?

Di dalam bahasa Arab kata setan diambil dari kata : syathana – yashthunu – syathnan, yang memiliki arti : menyalahi atau menjauhkan.

Atau juga bisa diambil dari kata : syathana ‘an : artinya menyimpang jauh. Atau bisa juga diambil dari kata syâthinu yang artinya : yang keji, yang jahat, yang ...jauh (dari kebenaran) , yang sengit, atau yang bengkok. Kata syaithân sendiri di dalam bahasa Arab berarti : yang membangkang, yang liar, ular dan juga bisa berarti kehausan. 1]

PEMAHAMAN YANG MENYIMPANG

Setan lebih sering digambarkan banyak orang sebagai suatu makhluk yang mengerikan yang berasal dari golongan jin. Pemahaman seperti ini tidaklah salah, namun selalu menggambarkan atau mendefinisikan setan dalam bentuk jin atau dalam bentuk yang tak terlihat oleh mata lahir tentu saja bisa menjadi kesalahan yang cukup fatal.

Coba saja kita lihat ayat Quran berikut ini :

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan manusia (al-insi) dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu.” (QS Al-An’aam [6] ayat 112)

Ayat di atas dengan jelas membagi setan menjadi 2 jenis, dari jenis manusia dan jin. Dan kata al-insi atau manusia lebih didahulukan dari al-jin. Bisa jadi bahwa peran setan-manusia lebih dominan ketimbang setan-jin, karena setan manusia lebih NYATA ketimbang setan jin. Keduanya (setan-jin dan setan-manusia) mempunyai sifat utama yang sama : memanipulasi informasi dengan polesan-polesan yang memukau banyak orang demi menipu.

Kita tidak pernah mendengar satu riwayat pun di mana Rasulullah Saw dan para sahabatnya berperang melawan setan-jin, karena musuh yang lebih real atau lebih nyata dari setan-jin adalah setan-manusia. Setan-manusia lah yang langsung berhadapan dengan para Nabi, para Rasul dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan setia.

Jika kita membacakan ayat-ayat Qur’an tertentu, bisa saja setan-jin lari tunggang-langgang, tetapi tidak demikian dengan setan-manusia; kapan pun anda bacakan ayat-ayat Qur’an kepada makhluk ini, maka ia tidak sedikit pun memperlihatkan rasa takut, bahkan ia akan tertawa-terbahak-bahak atau malah ikut membaca ayat-ayat tersebut dengan lebih fasih.

Inilah setan-manusia yang lebih nyata perannya dan sangat dominan pengaruhnya di dalam kehidupan manusia yang kasat mata.

ORANG-ORANG MUNAFIK TERMASUK SETAN MANUSIA

Di dalam ayat Quran Surah al-Baqarah dikatakan :

“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka , mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” (QS Al-Baqarah : 14)

Merekalah, orang-orang munafik, para musuh Nabi yang merupakan musuh yang nyata, selain setan-setan jin.

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh, karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS al-Fathir : 6)

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah ayat 208)

“…dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-An’am : 142)

SIAPAKAH ORANG-ORANG YANG BERADA DALAM GOLONGAN (PARTAI) SETAN ITU?

Orang-orang yang gemar berdusta, mengumbar janji palsu, berpura-pura menjadi orang baik atau shalih, mereka itu adalah tawanan setan dan mereka berada dalam golongan atau Partai Setan!

“Hari mereka semua dibangkitkan Allah lalu mereka bersumpah kepada-Nya sebagaimana mereka bersumpah (sumpah munafik) kepadamu; dan mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh suatu. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan (partai) syaitan itulah golongan (partai) yang merugi.” (QS Al-Mujadilah : 18-19)

SIAPAKAH ORANG-ORANG MUNAFIK ITU?

Di dalam Tafsirnya, Al-Mizan yang monumental ‘Allamah Thabathaba’i, mengatakan bahwa nifaq atau sifat munafik itu adalah menampakkan iman dan menyembunyikan kekafiran. Sebagaimana firman Allah Swt :

“Wahai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:”Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman;”

(QS Al-Maaidah : 41)

Kemunafikan dimasukkan ke dalam kategori kufur karena pada hakikatnya perilaku nifaq adalah kekafiran yang terselubung. Orang-orang munafik adalah orang-orang yang pada dasarnya ingkar kepada Allah, Rasul-Nya, dan ajaran-ajaran-Nya. Orang-orang munafik sudah muncul pada masa Nabi saw masih berdakwah di Makkah.

Sabtu, 01 Januari 2011

MALAPETAKA YANG DIDERITA UMAT

syariah.org--Islam adalah agama sempurna yang tidak hanya mengatur aspek ibadah ritual, namun juga mengatur aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara seperti aspek politik, ekonomi, pendidikan, militer, dan budaya. Karenanya wajar bila Islam mewajibkan eksistensi negara untuk merealisasikan semua aturan tersebut, sebab tanpa negara mustahil segala aturan bernegara dan bermasyarakat itu dapat terwujud.

Secara praktis, kehidupan bernegara tersebut dipraktikkan langsung oleh Rasulullah SAW setelah beliau berhijrah ke Madinah (23 September 622 M). Pada saat itu beliau tidak hanya berfungsi sebagai Nabi, namun juga berfungsi sebagai penguasa (al hakim) dalam kepemimpinan negara (ri`asah ad daulah). Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW menerapkan Syariat Islam di segala bidang di dalam negeri dan menyebarkan risalah Islam ke luar negeri melalui dakwah dan jihad fi sabilillah. Pada saat beliau wafat (12 Rabiul Awal 11 H / 6 Juni 632 M), fungsi kenabian terputus dan terhenti. Namun fungsi kepemimpinan negara terus dilanjutkan oleh para shahabat dalam sebuah sistem pemerintahan Khilafah Islamiyah. 2 Khilafah inilah yang kemudian dengan berbagai pasang surutnya menghiasi sejarah Islam selama 13 abad hingga kehancurannya di tangan Mustafa Kamal --seorang antek-antek Inggris-- pada tanggal 3 Maret 1924 di Turki. Dengan demikian Mustafa Kamal telah mengokohkan sistem sekuler yang diadopsinya dari para imperialis, yakni sistem republik, yang telah diumumkan sebelumnya oleh Dewan Nasional Turki pada 29 Oktober 1922. 3

Ulah Mustafa Kamal yang sangat keji itu sungguh merupakan aksi kriminal paling akbar pada abad ke-20 lalu, yang tercatat sebagai episode paling hitam dalam lembar sejarah umat Islam. 4 Betapa tidak, runtuhnya Khilafah sesungguhnya adalah pengkhianatan total terhadap Islam itu sendiri, sebab tegaknya Islam secara sempurna bergantung sepenuhnya pada eksistensi Khilafah. 5 Hancurnya Khilafah berarti berakhirnya penerapan Syariat Islam dalam segala aspek kehidupan dan terhentinya penyebaran risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad fi sabilillah. 6 Hancurnya Khilafah berarti pula lunturnya jatidiri Islam yang hakiki sebagai ideologi dan sistem kehidupan. Islam pun akhirnya tidak lagi mengatur urusan-urusan publik, namun hanya menjadi agama yang bersifat pribadi yang hanya mengurusi ibadah ritual dan aspek moral 7, seperti halnya agama Kristen.

Runtuhnya Khilafah, dengan demikian, telah menjadi ummul jara`im, yakni biang segala malapetaka, kejahatan, dosa, dan kerusakan yang menimpa umat Islam. 8 Kiranya akan sulit kita memperkirakan betapa besarnya malapetaka dan kejahatan yang terjadi akibat hancurnya Khilafah itu. Namun beberapa yang terpenting adalah 9 :

1. Umat Islam telah dipecah-belah menjadi negara-negara kerdil berdasarkan konsep nasionalisme dan patriotisme mengikuti letak geografis yang berbeda-beda, yang sebagian besarnya sebenarnya berada di bawah kekuasaan musuh yang kafir : Inggris, Perancis, Italia, Belanda, dan Rusia.

2. Di setiap negara boneka tersebut, kaum kafir telah merekayasa dan mengangkat para penguasa --dari kalangan penduduk pribuminya-- yang bersedia tunduk kepada mereka, untuk mentaati instruksi-instruksi kaum kafir tersebut dan menjaga stabilitas negerinya dengan cara menindas dan menyiksa rakyatnya secara kejam tanpa perikemanusiaan.

3. Kaum kafir segera mengganti undang-undang dan peraturan Islam yang diterapkan di negeri-negeri Islam dengan undang-undang dan peraturan kafir milik mereka.

4. Kaum kafir segera mengubah kurikulum pendidikan untuk mencetak generasi-generasi baru yang mempercayai pandangan hidup Barat, namun sebaliknya memusuhi Aqidah dan Syariat Islam, terutama dalam masalah Khilafah.

5. Perjuangan untuk mengembalikan Khilafah serta mendakwahkannya kemudian dianggap sebagai tindakan kriminal atau terorisme yang dapat dijatuhi sanksi oleh undang-undang.

6. Harta kekayaan dan potensi alam milik kaum muslimin telah dirampok oleh penjajah yang kafir, yang telah mengeksploitasi kekayaan tersebut dengan cara yang sejelek-jeleknya dan telah menghinakan kaum muslimin dengan sehina-hinanya. 10

Ringkas kata, lenyapnya Khilafah adalah lenyapnya pemelihara agama Islam, sebab sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW, seorang Khalifah (Imam) ?sebagai pemimpin negara Khilafah-- adalah bagaikan perisai atau benteng bagi Islam, umatnya, dan negeri-negeri Islam. Sabda Nabi SAW :

??????????? ?????????? ??????? ????????? ???? ????????? ?????????? ?????

[wa innamal imaamu junnatun yuqaatalu min waraa`ihi wa yuttaqaa bihi]

?Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah ibarat perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.? (HR. Muslim, Abu Dawud, An Nasa`i, dan Ahmad) 11

Maka atas dasar itu, tepatlah pernyataan Imam Al Ghazali mengenai strategisnya posisi Khilafah (as sulthan) bagi penerapan dan penjagaan Islam :

?????????? ????? ?????????????? ??????? ????? ??? ????? ???? ?????????? ????? ??? ??????? ???? ???????

[...ad diinu ussun wa as sulthaanu haarisun wa maa laa ussa lahu mahduumun wa maa laa haarisa lahu fa-dhaa`i?]

?...agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.? 12

Memang, posisi strategis Khilafah itu sesungguhnya sangat jelas dan terang. Tanpa Khilafah, rusaklah umat Islam. Lenyaplah hukum-hukum Islam. Dan lahirlah berbagai malapetaka, bencana, dan kehinaan di segala bidang.

Namun kesadaran ini nampaknya belum dimiliki secara sempurna oleh kebanyakan umat Islam. Mareka masih banyak yang berdiam diri dan hanya berpangku tangan. Padahal jika mereka hanya berdiam diri, mereka akan turut memikul dosa besar akibat musnahnya Khilafah. Sebab keberadaan Khilafah merupakan salah satu kewajiban terbesar dalam agama Islam. 13

Maka dari itu, tulisan sederhana ini hadir di tengah umat Islam dengan tujuan untuk menggambarkan berbagai malapetaka dan kerusakan di berbagai bidang kehidupan yang terjadi akibat hancurnya Khilafah. Mudah-mudahan dengan itu umat Islam dapat lebih giat dan bersemangat berjuang mengembalikan Khilafah di muka bumi. Di samping itu, mereka diharapkan dapat mengambil pelajaran (?ibrah) dari tragedi mengenaskan ini, agar mereka tidak terjeblos lagi dalam peristiwa serupa di kemudian hari. Allah SWT berfirman :

????????????? ????????? ????????????

?Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.? (QS Al Hasyr : 2)

Rasulullah SAW bersabda :

??? ???????? ??????????? ???? ?????? ???????????

[laa yuldaghu al mu`minu fi juhrin marratayni]

?Janganlah seorang mukmin sampai dipatuk (ular) dalam satu lubang yang sama dua kali.? (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dari Abu Hurairah.). 14

2. Berbagai Malapetaka Akibat Hancurnya Khilafah

Sungguh, hancurnya Khilafah telah melahirkan banyak malapetaka, musibah, bencana, dan kerugian yang tak terhitung lagi atas umat Islam di seluruh dunia. Yang dijelaskan dalam tulisan ini tentu saja hanyalah contoh-contoh yang sedikit saja dari jumlah kerusakan yang sangat banyak. Berbagai malapetaka tersebut secara garis besar berupa :

1. Malapetaka ideologi,

2. Malapetaka politik,

3. Malapetaka ekonomi,

4. Malapetaka peradilan,

5. Malapetaka pendidikan,

6. Malapetaka pemikiran,

7. Malapetaka dakwah,

8. Malapetaka sosial budaya. 15

2.1. Malapetaka Ideologi

Setelah hancurnya Khilafah, Mustafa Kamal dengan tangan besi menjalankan ajaran-ajarannya yang dikenal dengan Kemalisme, yang berisi 6 (enam) sila : republikanisme, nasionalisme, populisme (popular sovereignty), sekularisme, etatisme, dan revolusionisme. 16

Yang paling kontroversial adalah paham sekularisme yang jelas bertentangan secara frontal dengan Islam. Pengambilan dan penerapan sekularisme inilah yang selanjutnya melahirkan perilaku tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir) di kalangan umat Islam. Inilah malapetaka ideologi yang paling menonjol akibat hancurnya Khilafah. Berikut sekilas ulasannya.

Pertama, Umat Islam terperosok ke dalam sistem kehidupan berasaskan paham sekularisme.

Sekularisme (secularism) menurut Larry E. Shiner berasal dari bahasa Latin saeculum yang aslinya berarti ?segenerasi, seusia, seabad?. Kemudian dalam perspektif religius saeculum dapat mempunyai makna netral, yaitu ?sepanjang waktu yang tak terukur? dan dapat pula mempunyai makna negatif yaitu ?dunia ini?, yang dikuasai oleh setan. 17 Pada abad ke-19 (1864 M) George Jacob Holyoke menggunakan istilah sekularisme dalam arti filsafat praktis untuk manusia yang menafsirkan dan mengorganisir kehidupan tanpa bersumber dari supernatural. 18

Setelah itu, pengertian sekularisme secara terminologis mengacu kepada doktrin atau praktik yang menafikan peran agama dalam fungsi-fungsi negara. Dalam Webster Dictionary sekularisme didefinisikan sebagai :

?A system of doctrines and practices that rejects any form of religious faith and worship"

(Sebuah sistem doktrin dan praktik yang menolak bentuk apa pun dari keimanan dan upacara ritual keagamaan)

Atau sebagai : "The belief that religion and ecclesiastical affairs should not enter into the function of the state especially into public education."

(Sebuah kepercayaan bahwa agama dan ajaran-ajaran gereja tidak boleh memasuki fungsi negara, khususnya dalam pendidikan publik). 19

Jadi, sekularisme, secara ringkas, adalah paham pemisahan agama dari kehidupan (fashlud din ?an al hayah), yang dengan sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari negara dan politik. 20

Secara sosio-historis, sekularisme lahir di Eropa, bukan di Dunia Islam, sebagai kompromi antara dua pemikiran ekstrem yang kontradiktif, yaitu pemikiran tokoh-tokoh gereja di Eropa sepanjang Abad Pertengahan (V-XV M) yang mengharuskan segala urusan kehidupan tunduk menurut ketentuan agama (Katolik); dan pemikiran sebagian pemikir dan filsuf ?misalnya Machiaveli (w.1527 M) dan Michael Mountagne (w. 1592 M)-- yang mengingkari keberadaan Tuhan atau menolak hegemoni agama dan geraja Katolik. Jalan tengahnya, agama tetap diakui, tapi tidak boleh turut campur dalam pengaturan urusan masyarakat. 21

Secara ideologis, sekularisme merupakan aqidah (pemikiran mendasar) yaitu pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) mengenai alam semesta, manusia, dan kehidupan. Sekularisme dengan demikian merupakan qiyadah fikriyah bagi peradaban Barat, yakni pemikiran dasar yang menentukan arah dan pandangan hidup (worldview / weltanscahauung) bagi manusia dalam hidupnya. Sekularisme juga merupakan basis pemikiran (al qa?idah al fikriyah) dalam ideologi kapitalisme, yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lainnya, seperti demokrasi, nasionalisme, liberalisme (freedom), HAM, dan sebagainya. 22

Jelaslah bahwa posisi paham sekularisme sangat mendasar sebagai basis ideologi kapitalisme, sebab sekularisme adalah asas falsafi yang menjadi induk bagi lahirnya berbagai pemikiran dalam peradaban Barat. Maka barangsiapa mengadopsi sekularisme, sesungguhnya ia telah mengadopsi pemikiran-pemikiran Barat secara keseluruhan.

Sekularisme adalah paham kufur, yang bertentangan dengan Islam. 23 Sebab Aqidah Islamiyah mewajibkan penerapan Syariat Islam pada seluruh aspek kehidupan, seperti aspek pemerintahan, ekonomi, hubungan internasional, muamalah dalam negeri, dan peradilan. Tak ada pemisahan agama dari kehidupan dan negara dalam Islam. Karenanya wajarlah bila dalam Islam ada kewajiban mendirikan negara Khilafah Islamiyah. Sabda Rasulullah SAW :

...?????? ????? ???????? ??? ???????? ???????? ????? ??????? ????????????

?...dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.? (HR. Muslim) 24

Dari dalil yang seperti inilah, para imam mewajibkan eksistensi Khilafah. Abdurrahman Al Jaziri berkata :

?Para imam (Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi?i, dan Ahmad) ?rahimahumulah? telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu, dan bahwa tidak boleh tidak kaum muslimin harus mempunyai seorang Imam (Khalifah)...? 25

Maka dari itu, runtuhnya Khilafah merupakan malapetaka yang sangat besar bagi umat Islam. Dampak buruknya bukan saja pada lenyapnya sistem pemerintahan Islam itu, namun juga pada merajalelanya berbagai pemikiran kufur dari ideologi kapitalisme. Malepataka ideologis ini merupakan malapetaka paling berat yang dialami oleh umat Islam, sebab sebuah ideologi akan dapat mengubah cara pandang dan tolok ukur dalam berpikir dan berperilaku. Umat Islam secara tak sadar akan memakai cara pandang musuh yang akan menyesatkannya. Inilah bunuh diri ideologis paling mengerikan yang banyak menimpa umat Islam sekarang, akibat hancurnya Khilafah.

Padahal, Rasulullah SAW sebenarnya telah mewanti-wanti agar tidak terjadi pemisahan kekuasaan dari Islam, atau keruntuhan Khilafah itu sendiri. Sabda Rasulullah :

????? ????? ?????????? ?????????????? ??????????????? ????? ????????? ??????????

[alaa innal kitaab was sulthoona sayaftariqooni falaa tufaariqul kitaaba]

?Ingatlah ! Sesungguhnya Al Kitab (Al Qur`an) dan kekuasaan akan berpisah. Maka (jika hal itu terjadi) janganlah kalian berpisah dengan Al Qur`an !? (HR. Ath Thabrani). 26

Sabda Rasulullah SAW :

????????????? ????? ???????????? ???????? ???????? ?????????? ??????????? ???????? ????????? ???????? ????????? ???????? ?????????????? ??????? ????????? ???????????? ??????????

[latanqudhonna ?urol islami ?urwatan ?urwatan fakullamaa intaqadhat ?urwatun tasyabbatsan naasu billatii taliihaa fa-awwaluhunna naqdhon al hukmu wa aakhiruhunna ash sholaatu]

?Sungguh akan terurai simpul-simpul Islam satu demi satu. Maka setiap kali satu simpul terurai, orang-orang akan bergelantungan dengan simpul yang berikutnya (yang tersisa). Simpul yang pertama kali terurai adalah pemerintahan/kekuasaan. Sedang yang paling akhir adalah shalat.? (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Hakim). 27

Kedua, Umat Islam telah menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffar) dengan menerapkan sekularisme.

Sekularisme mungkin saja dapat diterima dengan mudah oleh seorang beragama Kristen, sebab agama Kristen memang bukan merupakan sebuah sistem kehidupan (system of life). Perjanjian Baru sendiri memisahkan kehidupan dalam dua kategori, yaitu kehidupan untuk Tuhan (agama), dan kehidupan untuk Kaisar (negara). Disebutkan dalam Injil :

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar, dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan" (Matius 22 : 21).

Dengan demikian, seorang Kristen akan dapat menerima dengan penuh keikhlasan paham sekularisme tanpa hambatan apa pun, sebab hal itu memang sesuai dengan norma ajaran Kristen itu sendiri. Apalagi, orang Barat ?khususnya orang Kristen-- juga mempunyai argumen rasional untuk mengutamakan pemerintahan sekular (secular regime) daripada pemerintahan berlandaskan agama (religious regim), sebab pengalaman mereka menerapkan religious regimes telah melahirkan berbagai berbagai dampak buruk, seperti kemandegan pemikiran dan ilmu pengetahuan, permusuhan terhadap para ilmuwan seperti Copernicus dan Galileo Galilei, dominasi absolut gereja Katolik (Paus) atas kekuasaan raja-raja Eropa, pengucilan anggota gereja yang dianggap sesat (excommunication), adanya surat pengampunan dosa (Afflatbriefen), dan lain-lain. 28

Namun bagi seorang muslim, sesungguhnya tak mungkin secara ideologis menerima sekularisme. Karena Islam memang tak mengenal pemisahan agama dari negara. Seorang muslim yang ikhlas menerima sekularisme, ibaratnya bagaikan menerima paham asing keyakinan orang kafir, seperti kehalalan daging babi atau kehalalan khamr. Maka dari itu, ketika Khilafah dihancurkan, dan kemudian umat Islam menerima penerapan sekularisme dalam kehidupannya, berarti mereka telah terjatuh dalam dosa besar karena telah menyerupai orang kafir (tasyabbuh bi al kuffar).

Sabda Rasulullah SAW:

????? ?????????? ???????? ?????? ?????????

[man tasyabbaha bi qawmin fahuwa minhum]

?Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut? (HR. Abu Dawud) 29

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan dalam syarahnya mengenai hadits ini :

?Hadits tersebut paling sedikit mengandung tuntutan keharaman menyerupai (tasyabbuh) kepada orang kafir, walaupun zhahir dari hadits tersebut menetapkan kufurnya bertasyabbuh dengan mereka...? 30

Dengan demikian, pada saat Khilafah hancur dan umat Islam menerapkan sekularisme dalam pemerintahannya, maka mereka berarti telah terjerumus dalam dosa karena telah menyerupai orang Kristen yang memisahakan urusan agama dari negara. 31 (Nauzhu billah min dzalik !)<

Oleh : Muhammad Shiddiq Al Jawi

RINDU KHILAFAH
countreg.com
)|( HOME )|(
Create wapsite
Create wapsite