Senin, 05 Juli 2010

Menangis Karena Takut Pada Allah SWT

Menangis adalah karunia Allah Subhannahu wa Ta'ala yang sangat besar yang diberikan kepada manusia. Setiap orang yang menangis tentu memiliki alasan-alasan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Bisa jadi seseorang menangis karena takut pada sesuatu, karena bahagia, karena terharu, bisa jadi juga seseorang menangis karena iba, karena menderita, karena kehilangan sesuatu, kematian, musibah dan sebagainya.

Namun ada satu tangisan yang sangat disenangi dan dipuji oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala , yaitu seseorang yang mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala lalu air matanya bercucuran karena merasa takut kepada-Nya. Dan sungguh luar biasa keutamaan yang akan diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada orang yang bisa mencucurkan air mata karena takut pada-Nya.

Keutamaan Menangis karena Takut kepada Allah Ta'ala :

Menangis karena takut kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala memiliki kedudukkan yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah, sebagaimana ditegaskan dalam nash-nash Al-Qur'an maupun Hadits-hadits Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , diantaranya:
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , artinya,
"Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan kekhusyuan mereka bertambah". (QS. 17:109)

Firman-Nya yang lain,artinya,
"Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar" (QS. 67:12)

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
"Tujuh golongan yang mendapat naungan Allah pada suatu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; …(dan disebutkan diantaranya) seseorang yang berzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendiriannya kemudian air matanya mengalir" ( HR. al-Bukhari, Muslim dan lain-lainya )

Rasulullah bersabda, artinya,
"Tidak akan masuk ke dalam api neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu ibu (yang sudah diminum oleh anaknya) kembali ke tempat asalnya" ( HR.at-Tirmidzi )

Sabda Rasulullah , artinya,"Barangsiapa yang mengingat Allah kemudian dia menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tidak akan diazab pada hari kiamat kelak" (HR. Al-Hakim dan dia berkata sanadnya shahih)

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
"Semua mata pada hari Kiamat nanti akan menangis kecuali (ada beberapa mata yang tidak menangis) (pertama) mata yang dijaga dari hal-hal yang diharamkan Allah, (ke dua) mata yang digunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di jalan Allah, (ke tiga) mata yang darinya keluar sesuatu (menangis) walau (air mata yang keluar) hanya sekecil kepala seekor lalat karena takut pada Allah" ( HR.Ashbahâni )

Dari Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
"Setiap mukmin yang meneteskan air mata karena takut kepada Allah walau hanya sekecil kepala seekor lalat, lalu air matanya itu membasahi pipinya niscaya Allah haramkan neraka untuk menyentuhnya" (HR.Ibnu Majah, al-Baihaqi dan Ashbahâni )

Dari al-Abbâs Bin Abdul Muthallib Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
"Dua jenis mata yang tidak tersentuh api neraka, (pertama) mata yang menangis (ditengah kesendirian) dimalam hari karena takut pada Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan (kedua) mata yang digunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di jalan Allah." (HR. At-Thabrani)

Dari Zaid Bin Arqom Radhiallaahu anhu , dia berkata, "Seseorang bertanya kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , “Ya Rasulullah dengan apa aku membentengi diri dari api neraka? Rasulullah menjawab, “Dengan air matamu, karena mata yang menangis karena takut pada Allah niscaya neraka tidak akan menyentuhnya selama-lamanya" ( HR. Ibnu Abi Dunya dan Ashbahâny )

Kiat-kiat yang Mengantarkan Kita untuk Bisa Menangis :

Memperbanyak membaca al-Qur'an dengan memahami maknanya, terutama ayat-ayat yang kita baca di dalam shalat, kemudian berusaha untuk merenungi dan meresapi maknanya ke dalam hati. Di samping itu pilih waktu, suasana dan tempat yang tepat, seperti tengah malam, ketika shalat tahajjud dan sebagainya.
Jika hal ini bisa kita perhatikan, insya Allah akan membawa pengaruh yang berarti dalam kehidupan kita, sehingga kita akan mudah tersentuh dan menangis ketika membaca al-Qur'an, atau ketika sedang shalat.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Syukhair Radhiallaahu anhu dia berkata, "Aku mendatangi Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang sedang shalat, dan (aku mendengar) dari rongga dadanya ada gemuruh seperti gemuruh air mendidih dari periuk yang ada di atas tungku berapi, (disebabkan) karena tangisan beliau" (HR.Abu Daud dan at-Tirmidzi )

Demikian juga Abu Bakar As-Shiddîq Radhiallaahu anhu, beliau sangat mudah tersentuh dengan bacaan Al-Qur'an dan selalu menangis tatkala melantunkan bacaan al-Qur'an.
Juga Umar bin Khattab Radhiallaahu anhu apabila menjadi imam shalat Isya dan Subuh, beliau sering membaca surat Yusuf, dan setiap kali membaca surat ini maka beliau menangis dan suara tangisannya terdengar hingga shaf yang paling belakang, dan karena seringnya beliau menangis sehingga ada bekas menghitam di kedua pipinya.

Mengenali Nama-Nama Allah yang Maha Tinggi dan Sifat-Sifat-Nya yang Agung sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Juga berusaha untuk merenungi kebesaran, keagungan, ketinggian dan kesempurnaan Allah melalui keindahan dan keunikan ciptaanNya, disertai dengan introspeksi atas kelemahan diri kita sebagai hambaNya.

Menghadiri majlis-majlis ilmu, mendengarkan nasehat-nasehat para ulama yang bisa menyentuh batin kita, sehingga membuat kita menangis. Shalatlah berjamaah di belakang imam yang mudah menangis ketika melantunkan ayat-ayat suci al-Qur'an, simaklah kaset-kaset ceramah yang berisi nasehat-nasehat terutama mengenai tazkiyatun nafs, bacaan-bacaan murattal yang isinya penuh dengan kekhusyu'an dan tangisan. Suasana seperti itu bisa menyentuh dan mempengaruhi diri kita.

Mengingat kematian kita. Bagaimana kita akan meregang nyawa mengadapi sakaratul maut dan kita ingatlah ajal kita yang semakin dekat ke ambang pintu kematian. Perhatikan bagaimana keadaan orang-orang yang sedang sakaratul maut, baik yang tampak padanya tanda-tanda khusnul khatimah ataupun sû`ul khatimah. Lalu renungkan kejadian-kejadian itu secara mendalam. Kemudian kita bayangkan jika kejadian-kejadian yang mengerikan itu menimpa diri kita sendiri, dengan tubuh yang semakin lemah, semakin dingin dan semakin tidak berdaya menghadapi kematian, dengan nafas yang tersengal-sengal meregang nyawa yang mau keluar. Tubuh kita menggigil menahan sakitnya sakaratul maut, lalu malaikat maut menarik nyawa dari tubuh kita yang sudah kaku tak bergerak. Hanya diri kita sendiri yang merasakan sakitnya sakaratul maut. Tak seorang pun bisa membantu untuk meringankan betapa sakitnya sakaratul maut, dan tak seorangpun bisa berbuat tatkala nyawa kita dipegang oleh Malaikat Maut.

Setelah nyawa kita berpisah dengan jasad, berarti kita sudah meninggalkan dunia yang fana ini untuk selama-lamanya, maka orang-orang yang ada di sekeliling kita menangis sambil meneteskan air mata menyaksikan tubuh kita yang sudah tidak bernyawa. Lalu tubuh kita dimandikan, dikafani, lalu dishalatkan dan dikuburkan. Anak, istri, keluarga, kerabat dan teman kita mengantarkan jasad kita ke kuburan. Lalu setelah itu mereka meninggalkan kita sendirian di dalam kubur dengan pemandangan yang mengerikan, dan kita tidak tahu apakah kuburan kita itu menjadi taman surga atau justru lorong menuju ke neraka? Di tengah pekatnya kegelapan alam kubur yang menakutkan itu, tiada seorang pun yang menemani kita. Tiada seorang pun yang bisa menolong kita. Tiada seorang pun yang bisa memberi bantuan pada kita selain amalan yang merupakan bekal yang telah kita persiapkan semasa hidup. Kita hanya berharap agar semua amal ibadah yang sempat kita lakukan semasa hidup di dunia diterima Allah, karena sangat banyak amalan manusia yang tidak mendapat ridha Allah Subhannahu wa Ta'ala . Banyaknya amalan ibadah yang dilakukan oleh seseorang belum menjadi jaminan untuk terbebasnya dia dari azab kubur kecuali apabila Allah berkenan menerimannya.

Mengingat dan membayang kan kedahsyatan hari Kiamat. Pada hari itu terdengar tiupan pertama terompet malikat Israfil yang sangat dahsyat, sehingga menggelegarkan alam jagat raya ini dan seluruh isinya. Semua makhluk dicekam ketakutan. Semua manusia dalam kebingungan, panik, dan sangat takut. Mereka semua seperti orang yang sedang mabuk. Semua lari tapi entah ke mana tujuannya. Pada hari itu seorang ibu yang sedang menyusui anaknya tidak peduli lagi dengan anak yang sedang dia susui. Seorang bapak tidak bisa berbuat apa pun untuk menolong anak dan istrinya. Semua hanya mengurusi diri sendiri tapi tidak ada yang bisa diperbuat. Semuanya dicekam ketakutan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Lalu terdengar lagi suara tiupan terompet malikat Israfil untuk yang ke dua kali. Semua makhluk semakin histeris lalu semuanya musnah. Bumi, gunung, bangunan dan apa saja yang ada semuanya hancur. Semuanya mati dan tiada satupun makluk yang selamat dan lolos dari kehancuran alam semesta ini.

Mengingat Murka Allah kepada umat-umat terdahulu, seperti umat nabi Luth alaihissalam. Mereka dibinasakan dengan hujan batu, lalu bumi mereka dibalikkan oleh Allah Ta'alakarena mereka bergelimang dengan dosa liwath (gay/ homoseksual). Dan masih banyak lagi umat-umat terdahulu yang dihancurkan Allah Ta'ala karena kedurhakaan mereka kepada-Nya.

Ingatlah Kondisi Ummat Islam di masa lalu yang penuh dengan kejayaan dan kemuliaan, lalu bandingkan dengan kondisi kita saat ini yang begitu lemah dan dihinakan.

Memperbanyak Do'a agar Allah Ta'alamenganugerahkan karunia-Nya kepada kita agar bisa menangis karena takut padaNya. Hendaklah kita selalu bermunajat pada-Nya dan sungguh-sungguh dalam berdo'a agar kita dijauhkan dari hati yang tidak khusyu' dan mata yang tidak bisa menangis.

Jangan Meremehkan Dosa, karena dosa sekecil apa pun akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Ibnu Mas'ud ra berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosa-dosanya seakan-akan dia berada di bawah sebuah gunung dan dia khawatir kalau gunung itu ditimpakan kepadanya. Sedangkan seorang fasik melihat dosa-dosanya seperti dia melihat seekor lalat yang bertengger di hidungnya.

Semoga Allah Ta'ala menjadikan kita termasuk hambaNya yang senantiasa menangis karena takut padaNya.
(Abu Abdillah Dzahabi),

www.alsofwah.or.id

Minggu, 04 Juli 2010

Muraqabah ( Allah SWTselalu mengawasi kita )

Al-Harits al-Muhasibi berkata, "Muraqabah adalah pengetahuan hati tentang kedekatan Rabb"

Seorang muslim hendaknya selalu merasakan muroqobatullah (merasa selalu dalam pengawasan Allah) setiap saat. Hendaklah dalam hidupnya penuh dengan keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala senantiasa melihatnya, mengetahui rahasianya, dan Dia Maha Tahu terhadap segala perbuatannya, bahkan sampai pada hal yang sekecil-kecilnya.

Sehingga dengan keyakinan seperti itu, maka jiwanya merasa terliputi dalam pengawasan Allah subhanahu wata’ala, dia akan merasa betah berdzikir kepada-Nya, akan senang melaksana kan keta'atan kepada-Nya dan dia pun akan berpaling dari selain-Nya.

Sifat muraqabah merupakan dasar komitmen seorang muslim pada Islam. Sifat muraqabah merupakan sumber kekuatan seorang muslim di saat sendirian dan di tengah keramaian. Jika terlintas dalam pikirannya untuk melakukan maksiat, maka dia akan segera ingat Allah subhanahu wata’ala, bahwa Dia hadir mengawasinya, lalu dengan serta merta dia akan membuang pikiran ke arah maksiat itu sejauh-jauhnya, agar dirinya terhindar dan terbebas dari perbuatan maksiat tersebut dan dia berazzam untuk tidak mendekatinya lagi. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Dan Dia bersama kamu di mana pun kamu berada dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat" (QS. Al-Hadid:4)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Makna ayat ini adalah, bahwa Allah subhanahu wata’ala Maha Mengawasi dan menyaksikan semua perbuatan, kapan saja dan di mana saja kamu melakukannya, di daratan maupun di lautan, pada waktu malam maupun siang hari, di rumah tempat tinggalmu maupun di tempat umum yang terbuka, segala sesuatu ada dalam ilmu-Nya, semuanya dalam penglihatan dan pendengaran-Nya. Dia mendengar apa yang kamu ucapkan dan melihat keberadaanmu, Dia Maha Mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu tampakkan, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Ingatlah, sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan diri daripadanya (Muhammad). Ingatlah, diwaktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain, Dia (Allah) mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka tampakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Hud:5)

Dan juga firman-Nya, artinya,
"Sama saja (bagi Rabb kalian), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari.” (QS. Ar-Ra'ad:10)

Sunggguh Tiada Ilah yang hak disembah selain Dia dan tiada Rabb selain Dia. Di dalam shahih Imam Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan makna "Ihsan" tatkala beliau ditanya oleh Jibril ‘alaihissalam tentang hal itu,
"Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka yakinilah bahwa sesungguhnya Dia Maha Melihatmu"

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya oleh seseorang, “Wahai Rasulullah apa itu "tazkiyatun nufus?" Maka dijawab oleh beliau, “(Tazkiyatun nufus itu ialah) hendaklah dia mengetahui (menyadari) bahwa Allah bersamanya di mana pun dia berada". (HR. Thabrani & Baihaqi, dan hadist ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Juga seorang shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam 'Ubadah Bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya keimanan yang paling utama adalah engkau menyadari bahwa Allah bersamamu di mana pun kamu berada". (HR. Thabrani).

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Sungguh aku mengetahui beberapa kaum dari ummatku yang datang pada hari Kiamat kelak dengan membawa kebaikan-kebaikan seperti gunung Tihamah yang putih, lalu Allah jadikan kebaikan-kebaikannya tersebut seperti debu yang berterbangan, mereka itu adalah saudara-saudaramu, dari jenis kulitmu, dan mereka menjadikan malamnya sebagaimana kalian menjadikannya, akan tetapi mereka kaum yang apabila dalam keadaan sepi mereka melanggar larangan-larangan Allah.” (HR. Ibnu Majah, hadits ini dishahihkan oleh Syekh Al-Al-Bani)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
"Suatu perbuatan yang tidak kamu sukai bila manusia melihat perbuatanmu itu, maka janganlah kamu melakukannya apabila kamu berada dalam keadaan sepi". (HR. Ibnu Hibban dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits yang lain,
"Ada tiga hal yang mencelakakan seseorang dan ada tiga hal yang menyelamatkan seseorang. Tiga hal yang mencelakakan, 1. Kekikiran yang dita'ati, 2. Hawa Nafsu yang diikuti, 3. Kekaguman terhadap diri sendiri. Sedangkan tiga hal yang menyelamatkan, 1. Takut kepada Allah dalam keadaan sepi maupun di tengah keramaian, 2. Seimbang/sederhana menjalani hidup ini baik dalam keadaan fakir maupun kaya, 3. Adil dalam menghukumi baik ketika sedang marah (benci) maupun senang (ridho)". (HR. al-Bazzar diringkas dari Ash-Shahihah)

Imam Ahmad rahimahullah pernah menuturkan, “Jika pada suatu hari engkau sedang sepi dalam kesendirian, maka janganlah engkau mengatakan, "Aku sedang sendirian", tapi katakanlah, "Aku sedang diawasi oleh Dzat Yang Maha Mengawasi". Janganlah sekali-kali engkau mengira bahwa Allah subhanahu wata’ala itu dapat saja berbuat lengah sesaat dan janganlah pula engkau sekali-kali mengira bahwa apa yang kamu sembunyikan itu tersembunyi pula bagi Allah.”

Kiat Menghidupkan Muroqobah dalam Jiwa Seorang Mukmin.

DR. Sayyid Muhammad Nuh dalam Taujih Nabawy, beliau menerangkan dua sarana untuk menghidupkan muroqobah:

Pertama: Memiliki keyakinan yang sempurna bahwa sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui segala yang dirahasiakan dan segala yang nyata, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Dia Allah yang disembah di langit dan di bumi, Dia Mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu tampakkan, dan Dia Mengetahui apa yang kamu usahakan" (QS. Al-An'am:3)

Sesungguhnya hakikat muroqobah seperti ini apabila benar-benar terhujam di dalam hati seseorang, maka dia akan benar-benar merasa malu dilihat oleh Allah subhanahu wata’ala jika dia melanggar larangan-Nya atau dia meninggalkan perintah-Nya.

Al-Munawy berkata, “Takut kepada Allah subhanahu wata’ala dalam keadaan seorang diri jauh lebih tinggi daripada takut kepada-Nya dalam keadaan terang-terangan.

Ke dua: Memiliki keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala akan menghitung dan menghisab segala sesuatu meskipun itu hal-hal yang terkecil. Dia akan memberitahukan hal itu kelak pada hari Kiamat, dan bahkan Dia akan memberikan balasannya sesuai dengan jenis amal perbuatan seseorang, amalan yang jelek akan dibalas dengan 'iqob dan azab-Nya sedangkan amal yang baik akan mendapatkan balasan rahmat dan ridho-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Dan diletakkanlah al-kitab (buku catatan amal perbuatan), lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan dia catat semuanya; dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis dihadapan mereka). Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun". (QS. Al-Kahfi:49).

Referensi:
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8 surat Al-Hadid ayat: 4
Berbagai sumber seputar tazkiyatunnfus. (Abu Abdillah Dzahabi)
www.alsofwah.com

Pergerakan Iman Seseorang

Iman Bertambah dan Berkurang

Kita harus meyakini bahwa iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Allah Ta'ala berfirman,“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keiman-an mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al-Fath: 6)

Firman Allah Ta'ala, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karena-Nya).” (QS. Al-Anfal: 2)

Firman Allah Ta'ala, “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ”Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?”. Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.” (QS. 9:124)

Di dalam sebuah hadits Muttafaq ’alaih disebutkan bahwa Allah akan mengeluarkan dari neraka orang yang di hatinya masih ada sebiji gandum dari iman, sebesar zarah atau sebiji sawi dan yang lebih kecil lagi dari itu. Ini menunjukkan bahwa ukuran keimanan itu berbeda-beda dan dapat berubah-ubah.

Dosa Besar Tidak Menggugurkan Keimanan

Seorang muslim tidak boleh dikafirkan dengan sebab melakukan dosa besar (kabair), kecuali bila mela-kukan pembatal keimanan seperti syirik atau apabila ia menghalalkan perbuatannya itu.
Firman Allah Ta'ala, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisaa’: 48 dan 116)
Berdasarkan ayat ini, maka pelaku dosa besar masih dalam lingkup Islam, ia berada di bawah kehendak Allah, apakah diadzab atau diampuni semua terserah Allah. Dan yang dimaksudkan dosa disini adalah dosa yang tidak ditaubati hingga dibawa mati.

Allah Ta'ala berfirman,“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.Mereka itulah Allah Ta'ala berfirman,“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. 49:7)
Ayat di atas menunjukkan, bahwa Allah membedakan antara kekufuran Ayat di atas menunjukkan, bahwa Allah membedakan antara kekufuran dengan yang lebih kecil daripadanya yaitu kefasikan dan kemaksiatan.

Nabi SaW bersabda, “Mencaci maki orang Islam adalah kefasikan, sedangkan memeranginya adalah kekufuran.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam hadits ini Rasulullah n membedakan antara kefasikan dan kekufuran.

Sabda Nabi SAW, “Syafaatku bagi pelaku dosa besar dari umatku.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban). Adanya syafaat dari Nabi n kepada ahlul kabair (pelaku dosa besar) menunjuk-kan bahwa mereka masih berada dalam lingkup iman.

Keimanan Gugur dengan Riddah

Iman dapat gugur atau batal dengan riddah (murtad), sebagaimana wudlu batal dengan hadats. Riddah terjadi dengan keluarnya seseorang dari Islam secara total, lalu masuk agama lain, atau pengingkaran yang murni terhadap ajaran Islam. Dapat pula terjadi karena tidak menerima sesuatu yang telah diturunkan oleh Allah setelah adanya ilmu, baik itu dengan mendustakan atau menolaknya. Orang yang mati dalam keadaan Iman dapat gugur atau batal dengan riddah (murtad), sebagaimana wudlu batal dengan hadats. Riddah terjadi dengan keluarnya seseorang dari Islam secara total, lalu masuk agama lain, atau pengingkaran yang murni terhadap ajaran Islam. Dapat pula terjadi karena tidak menerima sesuatu yang telah diturunkan oleh Allah setelah adanya ilmu, baik itu dengan mendustakan atau menolaknya. Orang yang mati dalam keadaan mur-tad, maka seluruh amalnya terhapus.

Allah Ta'ala berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)
Ketika iblis enggan untuk taat kepada Allah, maka keimanannya men-jadi gugur, sehingga disebut sebagai kafir dan berhak mendapatkan laknat dan adzab yang kekal.

Firman Allah Ta'ala, “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalan-nya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

Firman Allah Ta'ala, “Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima Firman Allah Ta'ala, “Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang- orang yang sesat.” (QS. 3:90)
Barang siapa yang kufur setelah beriman dan terus dalam kekufurannya hingga mati, maka tidak akan diterima taubatnya, ketika sudah menjelang ajal.

Sumber : Kitab “Maa la yasa’u al-Muslim jahluhu” DR. Abdullah Al-Muslih dan DR. Sholah ash-Showi.